Minggu, 29 November 2009

The Best Friend

“Huh !” Cindy mendengus kesal, “masa cuma karena deket ama Cica langsung dicuekin, sich!” dengusnya lagi.
Cindy kesal karena Leni, sahabatnya cuek padanya hanya karena ia dekat sama Cica, anak baru pindahan dari Sumenep. Mungkin Leni iri pada Cica. Leni, Leni.
“Pokoknya aku tak akan menyerah sampai di sini. Aku akan buat dia tahu bahwa aku sayang banget sama dia. Aku menyayanginya seperti adikkku sendiri,” ucapnya lagi.
Sejenak ia berpikir dan ia menemukan ide yang menurutnya bisa membuat Leni sadar.
# # #

Esoknya matahari bersinar dengan cerahnya. Itulah saat yang tepat untuk mulai menjalankan ide Cindy. Dia mengirim sepucuk surat pada Cica.

Dear Cica,
Ca, kita main sandiwara, yuk! Maksudku kita pura-pura bertengkar di hadapan Leni. Leni iri sama kamu karena aku lebih dekat sama kamu dibanding dengannya.

Cindy

Cica menoleh ke arah Cindy. Dia mengangguk perlahan.
Bel berdentang dua kali pertanda istirahat tiba. Seluruh siswa dan siswi MI. Miftahul Ulum berhambur keluar kelas. Ada yang langsung ke kantin beli makanan, ada yang ke perpustakaan membaca buku, ada yang hanya di dalam kelas. Salah satu yang di dalam kelas adalah Cindy dan Cica. Mereka sedang membicarakan tentang sandiwara mereka.
“Kapan kita mulai sandiwara kita?” tanya Cica.
“Sekarang!” jawab Cindy singkat.
“Target pertama kita siapa?” tanya Cica lagi.
“Salah seorang teman Leni. Lisa,” jawab Cindy sambil berlalu dari hadapan Cica.
Cindy menghampiri Lisa yang sedang membaca buku di perpustakaan.
“Hai, Lis, serius aja nih. Baca apaan sich?” sapa Cindy.
“Lho, tumben kamu ke sini? Biasanya kan sama Cica,” Lisa berkata heran.
“Itulah, Lis, aku bertengkar sama Cica. Dia itu ternyata nggak punya perasaan. Suka nyakitin hati orang,” Cindy menjawab keheranan Lisa.
“Oh, begitu, ya udah salah kamu sendiri pilih teman yang kayak dia. Jadinya kan begini,” ucap Lisa seperti senang atas pertengkaran Cindy dan Cica.
Dalam hati Cindy tertawa.
“Ternyata Lisa gampang banget ditipu.” ucap Cindy dalam hati.
# # #

“Cin, kenapa kamu mempunyai ide seperti itu?” tanya Cica sewaktu menelepon Cindy.
“Karena aku ingin mendapatkan dua-duanya,” jawab Cindy.
“Maksudnya?”
“Ya, aku ingin persahabatanku dengan Leni tidak berakhir dan aku tidak ingin persahabatan kita hancur juga. Artinya aku ingin punya dua sahabat yaitu kamu dan Leni.” Cindy menerangkan panjang lebar.
“Kira-kira sandiwara kita bakal ketahuan nggak?” Cica bertanya seperti tak yakin bahwa ide Cindy akan berhasil.
“Pokoknya kamu percaya aja sama aku. Semuanya akan beres. Kamu ikuti aja rencanaku,” jawab Cindy seraya meletakkan gagang telepon, dan mengakhiri pembicaraannya dengan Cica.
# # #

Pagi itu cuaca amat cerah. Cindy melangkah gontai menuju sekolah. Ia ingin melanjutkan sandiwaranya sampai Leni mendengar bahwa Cindy dan Cica bertengkar.
“Pagi, Cin,” sapa Lisa.
“Pagi juga, Lis,” Cindy tersenyum kecut.
“Hai Cin, aku dengar kamu ama Cica bertengkar. Apa itu benar?” tanya Leni tiba-tiba.
“Mmm... iya benar. Emangnya kenapa?”
“Nggak sih. Cuma aku ikut prihatin juga. Kenapa Cindy ama Cica yang begitu dekat kok bisa tiba-tiba bertengkar,” Leni tersenyum kecut, “Cin, ngantin yuk!”
“Pagi-pagi udah mau ngantin,” Lisa menambahi
“Aku kan udah lapar,” Leni mengelus perutnya.
“Ih, dasar gendut.”
“Udah kalo nggak mau ikut jangan gitu dong. Lagian kalau ngantin sekarang asyik gitu lohh…” Leni berlalu.
Cindy tersenyum senang, karena rencananya berhasil. Akhirnya.
“Siang ini kamu nggak mau ke mana-mana, Cin?” tanya Leni sepulang sekolah.
“Kayaknya nggak tuh.”
“Kamu ke rumahku, yach! Kamu kan udah lama nggak ke rumahku. Jadi nanti siang kamu main dulu ke rumhku. Mau kan?”
“Iya deh.”
# # #
Siang itu Cindy pergi main ke rumah Leni. Asyik sekali. Mereka sangat akrab seperti dulu. Gurauannya sangat ramai. Ditambah dengan tawa menggelegar dari Cindy.
“Eh, Cin. Akhirnya persahabatan kita tidak berakhir sampai di sini.” Ucap Leni.
“Nggak mungkin, lagi.”
“Sejak Cica muncul, aku udah benci ama dia. Untung aja kamu udah tahu sifat dia sebenarnya.” Tambah Leni.
“Huh, jangan bicarain dia terus dong.” Cindy cemberut.
“Iya, iya. Lagian aku malas ngomongin orang kaya dia. Kampungan tahu nggak.”
“Huh, Len, kamu bilang Cica kampungan? Kamu memang nggak kampungan tapi jangan menghina orang yang dibenci seperti itu dong. Lihat aja kamu pasti akan menyesal dengan ucapanmu itu.” Ucap Cindy dalam hati.
# # #

Seminggu telah berlalu. Seminggu pula Leni kena tipu Cindy. Ternyata Leni akrab sekali dengan Cindy jika Cindy dan Cica jauh.
Siang itu biasanya Leni pulang bersama Cindy. Tapi sekarang tidak. Cindy sudah pulang duluan. Leni mendapat tugas dari Bu Guru untuk membersihkan kelas. Tapi Leni tidak sendirian. Dia ditemani oleh Lisa, Fia, dan Nila. Tapi sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Leni menemukan sepucuk surat yang berisi tentang rekayasa antara Cindy dan Cica. Leni jadi tahu bahwa selama ini dia ditipu oleh temannya sendiri. Dia tak menyangka kalau Cindy tega bebuat seperti itu.
“Awas kau, Cindy,” ucapnya dalam hati.
# # #

Pagi itu Cindy sedang bercakap-cakap dengan Fia. Tiba-tiba Leni muncul dengan wajah merah.
“Cin, kamu kenapa sich bikin rekayasa kayak gituan?” tanya Leni.
“Rekayasa? Rekayasa apa?” tanya Cindy pura-pura tak mengerti.
“Kamu sama Cica pura-pura bertengkar kan?” Leni kembali membentak.
“Oh, itu. Memangnya kenapa? Apa kamu lebih senang kalau akau sama Cica bertengkar? Sebenarnya yang mulai duluan tuh kamu. Semenjak aku dekat sama Cica kamu udah cuek sama aku. Tiap aku menyapa kamu membalasnya dengan muka masam. Kenapa Len? Kenapa?” Cindy berkata sambil mengguncang tubuh Leni.
“Itu karena aku iri sama Cica. Kamu tuh lebih dekat sama dia. Aku ini kan sahabatmu sejak kecil. Sedangkan Cica, siapa itu Cica. Dia kan Cuma anak baru,” Leni menyebut nama Cica.
“Kamu itu salah. Sebenarnya kalau kamu nggak cuek sama aku, aku nggak akan susah-susah bikin rekayasa ini. Sebenarnya kamu itu benci nggak sih sama aku. Kalau emang gitu ya udah kita enggak usah temenan lagi. Okey?” ujar Cindy yang membuat Leni tertunduk. “Gimana, Len. Kalau kamu benci sama Cica berarti kamu juga benci sama aku. Apa kita nggak usah temenan lagi?”
Leni sadar akan perbuatannya. Kenapa dia cuek sama Cindy?
“Jangan, Cin. Aku minta maaf. Kamu mau kan maafin aku. Aku janji nggak akan pernah ngulangi itu lagi,” pinta Leni. “Kalau kamu tetap nggak mau maafin aku ya udah nggak apa kok. Aku terima. Aku emang salah dan nggak tahu diri. Ngapain juga iri sama Cica. Tadinya aku kira kamu nggak punya perasaan dan tak memandangku sebagai sahabat sejati. Tapi ternyata kamu nggak seperti yang aku bayangakan. Kamu adalah sahabat terbaikku, Cin.”
“Kalau minta maaf itu emang gampang, tapi kamu nggak tahu betapa sakitnya hatiku saat kamu cuek padaku. Kamu tahu nggak sih perasaanku waktu itu?” Cindy berkata dengan kasar.
“Tapi, Cin, waktu itu kan aku masih ngira kamu nggak punya perasaan. Aku tahu aku memang salah. Tapi kumohon, Cin maafkan aku. Kalau kamu nggak mau bersahabat lagi denganku nggak apa-apa, tapi tolong, Cin maafkan aku.” Leni semakin memelas.
Cindy akhirnya merasa kasihan juga mendengar permohonan Leni. Dan akhirnya dia mau juga memaafkan Leni.
“Iya deh. Aku mau maafin kamu. Tapi kamu janji nggak ngulangin perbuatan itu lagi.”
Leni mengulurkan tangannya pada Cindy, dan Cindy menerimanya dengan baik. Mereka berpelukan sebagaimana sahabat sejati.
“Nah, begitu kan lebih baik.” ternyata Cica sudah berada di belakang mereka dari tadi.
“Maafkan aku ya, Ca. Aku udah menuduhmu yang bukan-bukan. Sekarang aku baru tahu, ternyata Cindy adalah teman terbaikku,” ucap Leni.
Mereka bertiga akhirnya bersahabat. Keinginan Cindy untuk mendapatkan Leni dan Cica akhirnya tercapai. Persahabtan ini memang indah.
And all are the best friend.






By : Ief
(Cerpen Ne Q buat pas kelas 5 SD)

Sabtu, 14 November 2009

SAAT

Saat aku terduduk
dengan lamunku
khayalku
lautku
pasirku
pantaiku
karangku
bintangku
bulanku
senjaku
bumiku
jagad rayaku

Bukan,
Itu bukan jagadku
Itulah jagad Tuhan
Begitu juga aku
Milik Tuhan

@Ief



141109

Cihuyyyyyy...........!!!!
Akhirnya selesai juga......
 
Copyright (c) 2010 The Little Black Star and Powered by Blogger.