Minggu, 01 Januari 2012

Cross Love (Part 2)

Hye Rin pov

Aku tiduran, mencerna kata-kata Kyu tadi di café.

‘Hye Mi-ah terlihat cantik…’. Walau aku tidak begitu suka namja yang selalu mengumbar kata-kata manis, tetap saja ini keterlaluan. Dia memuji yeoja lain secara langsung di depan mataku. Aku kan juga wanita yang sensitif. Dan ucapannya soal cupid ituuuu… Aish, aku bisa gila. Apa aku cemburu. Oh no! Aku tidak mungkin cemburu. Apalagi Mimie itu sahabatku, dia tidak mungkin sejahat itu dengan merebut namjachinguku kan?

Tapi… tunggu! Dongie tadi bilang aku cantik saat aku main basket. Omo, omo, omo… Apa dia memperhatikanku selama ini? Sudah ku duga dia itu baik dan keren, tidak seperti Kyuhyun yang suka selingkuh dengan PSP dan… kurus tidak berbentuk. Ups, tapi, tapi, tapi, tetap saja tidak boleh berpikir begini. Walau Kyu begitu aku tetap menyukainya. Kalau aku tidak menyukainya mana mungkin aku menerima cintanya saat itu?

“Minggir, setan jelek! Eh, bukan. Setan kurus! Kau mau kepalamu benjol karena bola cantikku ini?” seruku pada Kyu yang menghalangi jalanku.

“Baik, aku akan minggir. Tapi kita taruhan ya. Bagaimana?” bukannya minggir dia malah melontarkan pertanyaan aneh.

“Hah, setan sepertimu mau taruhan apa denganku?”

“Aku akan mencoba menembakkan bola ke sana. Kalau aku berhasil menembakkan bola ini kau harus jadi yeojachinguku. Tapi kalau aku tidak berhasil, kau boleh menembakkan bola itu tepat di kepalaku agar aku amnesia dari pada aku harus mengingat kenyataan memalukan bahwa babo sepertimu telah menolakku.”

“Mworago? Taruhan macam apa itu? Kenapa aku harus mau?”

“Karena aku, Cho Kyuhyun, namja paling tampan di Shinhwa sedang menyatakan perasaannya padamu. Babo!”

Apa katanya tadi? Perasaan? Wajahku memerah. Apa, apa, apa dia menyukaiku?

“Ok, berarti kau setuju.” Kyuhyun merebut bola basket dari dekapanku. Sesaat dia menderible bola itu, dia kelihatan serius sekali. Dan…

Jder! Bola itu masuk dengan sempurna. Ottokhe, ottokhe, otthoke? Bagaimana mungkin dia… bisa? Ok, mungkin dia memang pintar matematika tapi mana mungkin dia juga bisa basket? Omo, ini benar-benar menakjubkan.

“Lihat kan, jadi sekarang kau adalah yeojachinguku. Mulai sekarang, panggil aku oppa, chagiya…”

“Shireo!”

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Kalau dipikir-pikir itu bukan nembak namanya, tapi pemaksaan. Dan aku sadar betul bahwa sejak saat itu aku menyukainya. Dan jika hanya karena percakapan konyol tadi perasaanku tiba-tiba berubah, lebih baik aku buang saja jauh-jauh. Mungkin Dongie hanya bersikap baik karena aku selalu jadi partner yang baik saat main basket.

^0^


Hye Mi pov

Satu… dua… tiga… aku membuka mataku kembali. Berharap kejadian semalam segera terhapus dari ingatanku. Tertukar? Kenapa aku terus memikirkan ucapan Kyuhyun ya? Tapi memang benar, Hae oppa kelihatan begitu semangat setiap main basket dengan Rin-chan… Dia kelihatan lebih memperhatikannya dari pada aku yeojachingunya. Tapi, apa pantas aku cemburu pada Rin-chan? Hye Miii kenapa kau jadi seperti ini?

Kutekan angka 2 pada Ponselku yang merupakan panggilan cepat untuk Hae oppa. Aku harus pastikan dia bersikap biasa padaku.

‘Yeoboseo… Ada apa Mi-ah?’ suAra Hae oppa.

“Ummm… Oppa nanti sore ada klub Matematika. Apa oppa mau menemaniku?”

‘Mian, aku tidak bisa. Nanti sore ada latihan basket dengan Rin-nie. Kau bisa pergi sendiri kan?’

Mwo? Dengan Rin-chan katanya? Tapi kan memang mereka sudah biasa latihan basket…

‘Mi-ah, gwenchanayo?’

“Gwenchana, oppa. Aku akan pergi sendiri. Oppa berlatih yang semangat ya, biar menang lagi. Hwaiting!”

‘Ne… Mian, aku tidak bisa menemanimu.’

Pip. Ku matikan teleponnya. Tidak apa-apa, ini hanya kebetulan saja. Lagi pula berlatih dengan Rin-chan itu biasa.

^0^


Kyuhyun pov

Aku menuju klub matematika itu sendirian. Sebenarnya klub matematika ini semacam bimbingan belajar, tapi kali ini Jonghyun hyung mengatakan tahun ini kami akan menjadi pembimbing anak-anak sekolah dasar. Awalnya aku mengajak… er… lebih tepatnya memaksa Hye Rin untuk ikut denganku mengingat kemampuannya di bidang itu sangat sangat jauh di bawah rata-rata. Tapi dia kokoh dengan pendiriannya untuk latihan basket. Cih, dia itu memang tidak bisa sadar diri. Harusnya dengan nilai yang segitu dia punya semangat dan kesadaran untuk memperbaikinya. Tapi kenapa malah aku yang semangat mengajarinya?

“Oppa… kau juga ikut?” seorang yeoja menyapaku, ternyata Hye Mi.

“Ne, kau sendirian?”

Hye Mi mengangguk, “Hae oppa latihan basket.”

“Babo itu memang beda sekali denganmu. Lebih memilih basket padahal dia tahu sendiri nilainya sudah sangat sangat parah.”

“Kau juga aneh, oppa. Mana mungkin dia mau diajari matematika bersama anak-anak SD?”

Aku sangat suka setiap kali Hye Mi memanggilku oppa. Andai saja Hye Rin memanggilku seperti itu. Tapi rasanya dalam mimpi pun tidak akan terjadi.

“Tapi kemampuannya itu memang butuh bimbingan seperti anak SD,” keluhku.

Acara outdoor itu berlangsung lancar. Jonghyun sebagai leader klub ini juga sangat bersemangat membimbing anak-anak SD. Lalu tiba-tiba, seorang anak perempuan menghampiriku.

“Oppa, siapa namamu?” tanya anak itu.

“Cho Kyuhuyun…” jawabku dingin. Jangan anggap aku orang jahat dulu karena aku sering mendapat perlakuan seperti ini dari yeoja semua umur. Ya, itu semua karena ketampananku.*tabok*

“Namaku Park Haneul. Oppa sangat tampan, aku mau diajari oppa. Aku juga mau jadi istri oppa.”

Sudah ku bilang kan, aku selalu mendapat perlakuan seperti ini.

“Adik kecil, jangan ganggu oppa ini. Dia sudah memiliki yeojachingu,” tiba-tiba Hye Mi muncul.

“Benarkah? Tapi aku tetap ingin diajari oppa.”

“Tidak bisa, oppa akan mengajari temanmu yang lain. Haneul bersama Eonnie saja. Arasseo?” Hye Mi menggandeng tangan anak itu.

Aku sendiri melanjutkan penjelasanku pada anak-anak SD yang mengelilingiku saat ini.

“Mengapa harus hyung yang menjadi pembimbing kami?” tanya salah satu dari mereka.

“Wae?”

“Padahal aku ingin diajari noona yang cantik itu,” keluhnya.

“Sudahlah, Min Ho. Walau noona itu bukan pembimbing kita, kita masih punya harapan untuk menjadi namjachingunya.”

Andwe, anak kecil sudah berani bicara begitu. Dan anak laki-laki yang bernama Min Ho mengangguk setuju. Aku memukul kepalanya.

“Mwo, kenapa memukul kepalaku hyung?”

“Lanjutkan belajar!” aku sudah mulai tak sabar.

^0^


Dong Hae pov

“Ayo Dongie, masak kau sudah lelah.”

“Kau saja yang hyper energi. Sudah hampir gelap sekArang,” aku meneguk minuman yang kubawa.

“Baiklah, aku juga akan pulang. Oh, ya kenapa kau tidak mengajak Mimie?” Tanya Hye Rin.

“Seharusnya aku yang bertanya begitu. Kan rumahmu yang bersebelahan dengannya. Hye Mi ikut klub matematika.”

“Wah, Kyu juga ikut klub itu. Ku dengar hari ini mereka akan membimbing anak SD. Tadi siang Kyu mengajakku, tentu saja aku tidak mau. Memangnya aku anak SD? Dia tidak mungkin mengajakku untuk menjadi pembimbing juga kan? Dia benar-benar setan.”

“Hye Mi juga mengajakku tadi, tapi aku tahu itu akan sangat membosankan.”

Ku sodorkan minumanku pada Hye Rin dan dia langsung meneguknya. Sesaat ku perhatikan wajahnya yang tampak tidak begitu lelah. Hye Rin punya stamina yang bagus dan tidak cepat mengeluh karena kelelahan. Beda dengan Hye Mi yang sangat lemah.

“Kau itu makan apa? Kenapa tenagamu irit sekali?” tanyaku sambil menyeka keringat dengan handuk kecil yang ku bawa.

“Tentu saja banyak makan sayuran. Aku bukan seperti setan pemakan daging itu. Jangan bilang kau juga tidak suka sayur, Dongie.”

Aku tertawa. “Kalian kelihatannya tidak pernah akur. Bagaimana bisa menjadi sepasang kekasih? Aigoo…”

“Kalau dipikir-pikir lucu juga. Mungkin sebaiknya aku denganmu saja ya, biar bisa latihan terus dan aku tidak perlu mengeluh karena dimadu dengan PSP. Hahaha…” Hye Rin tertawa renyah.

Mungkin benar juga. Pasti asyik kalau Hye Rin jadi yeojachinguku. Tapi tetap saja aku punya Hye Mi. Aku tidak mungkin memintanya jadi yeojachinguku kalau aku tidak menyukainya kan?

Aku sudah berkali-kali melatih kata-kata yang akan aku ucapkan pada Hye Mi. Tapi… tetap saja pada intinya aku tidak bisa bersikap romantis. Malah terdengar seperti menerangkan strategi bermain basket. Ottokeh? Aku takut dia menolakku karena kata-kataku ini. Tapi sudah terlambat. Kini dia sudah datang. Aku berdiri dan menyapanya.

“Oppa, kau sudah lama menunggu?” dia tersenyum.

“Aniyo…” aku menarik kursi dan dia duduk di hadapanku. Hump… melihat wajahnya yang berseri-seri semakin membuatku nervous.

“Hye Mi-ah… aku…” tapi tertahan. Aigoo, aku begitu bodoh sampai lupa script yang sudah ku persiapkan.

“Wae?”

“Umm, apa kau sudah makan siang? Biar ku pesankan sesuatu, katakana saja.”

Dia tertawa, “Oppa, di sini hanya ada es krim. Mana mungkin aku makan siang di sini? Lagi pula aku sudah makan siang kok!”

Aduduh… Bicara apa aku tadi? Bagaimana aku bisa semakin terlihat bodoh di hadapannya?

“Mmm…maksudku apa kau mau pesan es krim?”

“Ne… terserah oppa saja.”

Tak lama kemudian es krim pesanan Hye Mi datang. Selang beberapa menit tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari kami. Aku hanya mengaduk-aduk es krimku karena memang aku tidak suka. Aku mengajak Hye Mi ke sini karena aku tahu dia suka es krim.

“Kurasa ini sudah semakin sore. Sebenarnya ada perlu apa oppa mengajakku ke sini?” akhirnya Hye Mi membuka pembicaraan lagi.

“Itu… sebenarnya… aku…” aish, kenapa susah sekali?

“Kenapa oppa kelihatan pucat sekali? Gwenchanayo?”

“Benarkah? Mungkin karena aku kelelahan latihan basket tadi,” mwo? Alasan macam apa itu?

“Kalau begitu kita pulang saja. Lebih baik oppa beristirahat.”

“Aniyo, ada yang ingin aku katakana padamu…. Sebenarnya aku…”

Hye Mi menunggu dengan sabar, sementara aku masih bergulat dengan script yang ku lupakan.

“Aku… KE TOILET DULU YA…” dan aku segera berlari kecil ke kamar mandi.

Omo, aku merasa sangat buruk. Aku tidak bisa… mengatakan kalimat yang sederhana itu. Tunggu. Aku tidak bisa mengatakannya. Kenapa tidak ku tulis saja? Benar sekali. Aku keluar dari toilet dan ku lihat Hye Mi masih dengan sabar menungguku.

“Hye Mi-ah, kau punya kertas dan bolpoin?”

“Ne… Ini, untuk apa?”

Tanpa ku jawab langsung ku ambil kertas dan bolpoin dari tangannya, lalu menuliskan 3 kata yang dari tadi tidak bisa ku ungkapkan. Ku berikan pada Hye Mi dan ku lihat dia sangat terkejut dengan kata-kata yang ku tulis itu. Tapi kemudian dia tersenyum dan berkata, “Nado saranghae, oppa…”

Mungkin itu juga adalah terakhir kalinya aku mengucapkan kata yang romantis padanya, atau lebih tepatnya menuliskannya. Karena hingga saat ini seingatku aku tidak lagi mengucapkannya karena bagiku dengan sikapku padanya saja sudah cukup.

“Kau melamun, Dongie? Hellooooo….” Hye Rin mengibaskan tangannya di depan wajahku.

“Aniyo… Kajja ku antar pulang.”

“Kau tidak menjemput Mimie?”

“Tidak perlu, dia bisa berangkat sendiri lalu kenapa tidak bisa pulang sendiri?”

Kuraih ranselku, begitu juga dengan Hye Rin.

^0^


Author pov

Mobil Dong Hae berhenti di depan rumah Hye Rin. Hye Rin membuka seat-beltnya.

“Gomawo, Dongie. Besok latihan lagi?”

“Ne, cheonmaneyo. Ok, besok kita taruhan yang paling banyak menembak bola dalam waktu satu menit ditraktir.”

“Kau pikir aku takut? Lihat saja aku pasti menang.”

Hye Rin membuka pintu mobil lalu keluar. Saat dia akan menutup pintu mobil kembali, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumah Hye Mi dan dia kenal betul pemilik mobil itu. Itu mobil Kyuhyun dan dia tidak sendirian. Hye Mi muncul dari dalam mobilnya.(TBC)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 The Little Black Star and Powered by Blogger.